cerpen : apakah aku bisa?

aku tak mengerti kenapa dia harus dipisahkan dari kami.

sejak aku lahir, aku dan dia sudah tinggal di tempat yang berbeda. kuharap dia baik-baik saja dengan rumahnya yang abi bilang sebagai 'tempat belajar menguatkan diri'.

saat aku bertanya pada Abi, kenapa aku gak ditempatkan juga disana supaya jadi kuat, abi menjawab "kamu sudah cukup kuat, Kaira"


hari ini kami akan berkunjung. sebentar, biar kubaca, 'rumah sakit jiwa'

"abi, apa jiwa kak Yiska sedang sakit?"

abi tersenyum, namun bukan senyum yang tampak bahagia,
"kak Yiska sedang belajar disini, bukan sakit, dia akan menjadi orang yang lebih kuat" jawaban yang selalu sama.

kami melangkah masuk ke gedung itu. lorong demi lorong kami masuki. Ah, ada yang mengagetkanku. teman kak Yiska ini memelototiku dan mengikuti langkahku dan abi.
abi berbisik,
"terus jalan kedepan, jangan hiraukan, anggap saja tidak ada apa-apa"
aku mengangguk. kulihat banyak teman kak Yiska yang aneh. ada seorang ibu disana yang mengobrol dengan boneka, seperti aku waktu 2 tahun yang lalu, saat usiaku masih 3 tahun. didepan kami ada seorang anak kecil yang berpose aneh. dia seperti ingin terbang, mengepakkan sayapnya, namun kemudian diam, dan menggulanginya lagi. kukira dia juga sedang menghayalkan sesuatu. mungkin.

"nah, itu dia kak Yiska" ucap Abi
"Kaira, nanti kalo hal yang seperti dulu terjadi lagi, kamu lari duluan saja. biar abi yang urus kak Yiska, oke?" tambah abi
"oke." jawabku

semoga saja hal itu tidak terulang lagi. 


kami melangkah mendekati kak Yiska. dia sedang bersama dengan guling berdasternya itu lagi. bicara layakny akrab sekali.
"hai anak Abi... kamu udah makan sayang?" sapa Abi yang langsung memeluknya

diam saja, seperti biasa. sama saja.
aku sedikit gugup saat matanya mulai menatap kepadaku,
"hai kak, kakak apa kabar?" sapa ku
dia melotot. seperti ingin berdiri dan menyerangku. diikuti dengan teriakannya "kamu pembunuh! kamu pembunuh!!!" dia meronta-ronta, abi tentu saja menahannya disana, mengode pada ku untuk bergegas pergi.


Ya. aku berlari, pergi, menjauh dari mereka. suster bilang dia benci pada anak kecil seusiaku. aku sudah sering melewati ini, jadi tidak ada air mata seperti tahun-tahun sebelumnya. mungkin.. karena sudah terbiasa. aku juga sudah mempersiapkan diri. yang pasti aku bertekad untuk kembali sebagai seorang Ahli yang nantinya menyembuhkan dia. dan mengerti kenapa dia selalu berteriak hal yang sama.

kak, tunggu kaira.




-------------------

20 tahun menempuh studi. loncat kota sana dan sini. sekarang, aku kembali. masih dengan tekad yang sama, menggunakan jas putih di gedung tempat kakakku dirawat. cukup lama aku tidak mengunjunginya, dan sekarang saatnya untuk aku menyembuhkannya.


tok.. tok..
"sapa sih?" ucapnya sinis
"teman" begitu kata suster dia memanggil kami yang berjas putih disini
terdengar dia meloncat dari kasurnya dan tergesa-gesa
"ayoooo.. aku mau ceritaaa banyaaak sekaliii...." dia langsung menggandeng tanganku dan menarikku


kami sampai ditempat yang kata suster (lagi) favoritnya. taman rumah sakit. kami duduk disana.
"kamu mau cerita tentang apa hari ini?" kataku
"ummmmm.... kamu tanya, kamu tanya aku, kamu yang tanya" katanya dengan semangat
"oke, " kataku, "siapa orang yang paling kamu sayang?"  tanya ku hati-hati
"bunda" dia menjawab dengan sangat cepat bahkan tanpa berfikir. ternyata dia memanggil Ummi kami dengan sebutan bunda.
kemudian dia menangis.
"kamu kenapa?" tanyaku penasaran
"Bunda aku udah mati..."
hatiku sakit mendengarnya. aku mencoba memeluknya, namun kemudian dia tiba-tiba tertawa.
"hahaha... bunda aku orang nya hebat dan kuat. dia superhero. dia sama aku kok disini. lagi tidur dikamar"
aku memahami kondisinya yang memang mengharuskan dia dirawat disini. walau, tetap rasanya melihat orang yang kusayangi seperti ini.
dia kemudian melanjutkan lagi, dan berubah menjadi sangat tajam raut wajahnya,
"kamu mau tau siapa pembunuh bunda?" lalu dia menatap mataku
"anak kecil. dia sering manggil aku kakak. bunda mati saat dia ada di bumi"

dug.
pisau tajam sepertinya menancap di dadaku.
apa maksudnya semua ini. apa ini sungguhan, atau ini semua halusinasi dan delusinya? yang pasti aku tidak dapat menahan air mata yang sekarang membanjiri pipiku.
aku...
rasanya hancur.
kenapa dia berkata seperti itu?
apa maksudnya selama ini dia membenci adiknya ini?
apa sakitnya ini karna aku?
aku benar-benar sudah hancur.

"teman, kamu kenapa?" katanya




-------------


aku pulang dengan kondisi hancur. mencari Abi untuk meminta penjelasan, kenapa dia tidak menjelaskan aku alasan kak Yiska sakit adalah aku. kenapa... kenapa...
aku hanya bisa menangis sejadi-jadinya.

"kaira... kamu kenapa sayang?"
"abi... abi... kenapa abi.. kenapa"
dia memelukku. mungkin dia menyadari alasanku menangis, atau tidak? entahla.
"abi selalu bilang ke kamu, kak Yiska sedang belajar untuk jadi lebih kuat disana" katanya
"kenyataanya akulah yang membuah dia sakit bi, aku yang membuat Ummi menginggal. aku penyebabnya. aku......" timpalku

dia kemudian diam. menunggu sampai aku kelelahan menangis.
"Kaira, saat kamu bicara seperti tadi, apa kamu menolak takdir dari Allah?" dia kemudian
" Abi...." aku tidak bisa berfikir lagi
"nak, dengar, semua ini terjadi karna takdirNya. dan kak Yiska belum cukup kuat untuk menerima semua ini. dia harus belajar menguatkan diri disana. dan kamu, tekad kamu, untuk menguatkan kakakmu. kamu orang yang kuat Kaira"

"sekarang lihat Abi, "
aku menatapnya,
"kamu akan terus melanjutkan menjadi orang kuat yang akan menyembuhkannya?"
aku diam sejenak, bercoba meluruskan pikiranku yang kacau-balau.

"kaira?" tanya nya lagi,
aku mengangguk, memeluknya, dan menangis lagi.


apakah aku bisa?





bella

No comments:

Post a Comment